”Uncommon Valor was a Common Virtue.”
(Keberanian luar biasa adalah sifat biasa). Kalimat terkenal ini diucapkan oleh
Laksamana Chester Nimitz, komandan Armada Pasifik (CINCPAC) yang ditugasi untuk
menduduki Pulau Iwo Jima, Jepang, dalam Perang Dunia II. Kata-kata penghormatan
untuk para anggota Marinir itu terukir di bagian dasar Tugu Peringatan bagi
korps Marinir Amerika. Tugu ini didirikan di Pemakaman Nasional Arlington,
Washington DC, Amerika, pada 1954.
Yang menarik, tugu ini terinspirasi oleh foto terkenal
Joe Rosenthal. Yakni, upaya pengibaran bendera Amerika dalam pertempuran Iwo
Jima pada Februari 1945.
Pertempuran menjelang akhir Perang Dunia II tersebut
dicatat sebagai salah satu yang paling brutal. Di sisi lain, Iwo Jima menjadi
ajang pembuktian ketangguhan Letjen Tadamichi Kuribayashi. Ia ditunjuk langsung
oleh Perdana Menteri Jepang Jenderal Tojo sebagai komandan pasukan di Iwo Jima.
Sejarah mencatat, Kuribayashi melakukan hal yang tidak
mampu dilakukan oleh para komandan Jepang lainnya di Pasifik. Yakni,
menimbulkan lebih banyak korban di pihak Marinir Amerika.
Sejak mendarat di Iwo Jima, perwira tinggi yang pernah
menjadi wakil atase militer Jepang di Amerika meninggalkan sistem pertahanan
yang dianggapnya kuno. Ia juga memulangkan semua penduduk sipil ke daratan
Jepang. Sebab, keberadaan mereka dinilai tiada berguna. Mereka juga bakal menghabiskan perbekalan makanan dan air yang
terbatas.
Dengan kedatangan lebih banyak pasukan dan buruh
Korea, Kuribayashi memulai pembangunan sistem pertahanan bawah tanah secara
besar-besaran. Sebelumnya, ia sudah menilai bahwa penunjukannya sebagai
tantangan dan hukuman mati. Karena itu, ia menulis sebuah surat kepada istrinya
setelah menjejakkan kaki di Iwo Jima. ”Jangan tunggu kepulanganku,” tulis sang
jenderal yang punya darah samurai tersebut.
Sebagai orang
Jepang, ia tergolong jangkung. Tingginya 175 sentimeter. Radio Tokyo
menggambarkannya sebagai “Sosok yang memiliki perut besar tradisional seorang
samurai dan hati seekor harimau”.
Kuribayashi sendiri telah mengomando anak buahnya di Iwo
Jima. Yakni, satu prajurit wajib membunuh 10 musuh sebelum mati. Artinya,
mereka siap bertempur sampai mati.
Panjang Pulau Iwo Jima sekitar 4,5 mil (7,2 km). Total luas tanah seluruhnya sekitar 19,4 kilometer persegi. Di ujung
selatan berdiri Gunung Suribachi, gunung berapi tidak aktif, setinggi 550 kaki
(168 meter). Dari atasnya, sebagian pulau bisa terlihat.
Pada 19 Februari 1945, serangan oleh pasukan Amerika
dimulai. Iwo Jima dibombardir dari laut dan udara. Pasukan Marinir
juga siap mendarat. Sekaligus menjemput maut.
Iwo Jima segera menjadi ladang pembantaian. Korban yang jatuh di kedua pihak begitu banyak. Setiap jengkal tanah di Iwo
Jima direbut oleh pasukan Amerika dengan nyawa. Keberanian para prajurit Marinir
dikenang.
Banyak kejadian di pertempuran Iwo Jima yang diabadikan
dalam potret. Sebagian besar diambil oleh Joe Rosenthal, jurnalis foto Associated Press, yang mengikuti
langsung invasi ke Iwo Jima.
Perang Dunia II menghasilkan banyak foto yang luar biasa.
Misalnya, foto Cecil Beaton yang menunjukkan kubah Katedral St. Paulus yang
dikelilingi cincin api ketika serangan Blitz di London. Foto lainnya adalah
awan jamur di atas Kota Hiroshima, foto Jenderal Douglas McArthur saat berjalan
menuju pantai di Filipina, dan lubang mengerikan penuh mayat-mayat kurus di
kamp konsentrasi Belsen.
Namun, tidak ada yang menyamai ketenaran hasil foto Joe
Rosenthal. Yakni, pengibaran bendera Amerika oleh enam prajurit Marinir di
puncak Gunung Suribachi, Iwo Jima. Ketika diperlihatkan kali pertama di
Amerika, foto ini dalam sekejap langsung jadi sensasi. Foto tersebut juga
dijadikan prangko senilai 3 sen yang mencapai penjualan terbesar dalam sejarah.
Lukisan yang menggambar ulang foto itu dijadikan untuk
kampanye penjualan obligasi perang ke-7 yang menghasilkan USD 220 juta. Foto
heroik tersebut juga muncul dalam 3,5 juta poster dan 175 ribu kartu mobil,
digambarkan dalam film-film, direka ulang oleh pesenam, serta ditampilkan dalam
kereta hias yang memenangi juara pertama dalam Parade Rose Bowl.
Enam prajurit dalam potret itu adalah Pratu Ira Hayes,
Pratu Franklin Sousley, Sersan Michael Strank, Kelasi Dua Perawat John H.
Bradley, Pratu Renne A. Gagnon, dan Kopral Harlon A. Block. Tiga di antaranya
terbunuh di Iwo Jima. Yakni, Sousley, Strank, dan Block.
Namun, foto Joe Rosenthal ini sempat jadi kontroversi. Sebenarnya,
ada beberapa foto yang dihasilkannya. Selain pengibaran bendera yang masyhur
itu, ia membidik potret para Marinir yang melambaikan tangan dan bersorak.
Ketika kembali ke kapal perang USS Eldorado, Joe
Rosenthal memberi judul fotonya hari itu dan menitipkannya untuk dibawa pesawat
pos harian ke Guam. Foto ini langsung jadi sensasi di Amerika.
Ironisnya, Rosenthal tidak melihat sampai 9 hari kemudian
ia tiba di Guam dan diberi ucapan selamat oleh sekelompok wartawan.
”Foto yang luar biasa,” kata mereka.
”Apakah kamu mengaturnya?” ucap salah satu di antaranya.
”Tentu,” jawab Rosenthal karena mengira bahwa yang mereka
maksud adalah potret pasukan Marinir yang melambai dan bersorak setelah
pengibaran bendera.
”Mengatur yang ini?” tanya seorang jurnalis sambil
menunjukkan gambar enam orang Marinir sedang berusaha mengibarkan bendera
Amerika. ”Wah, memang bagus. Tapi, saya tidak mengatur yang satu ini,” jawab
Rosenthal.
Di sanalah kesalahpahaman soal foto itu dimulai. Seseorang mendengar Rosenthal berkata telah mengatur foto tersebut. Orang
itu lalu menulis bahwa foto itu palsu dan Rosenthal mengaturnya.
Di sisi lain, kehidupan Rosenthal berubah setelah
potret di Iwo Jima tadi. Ia dipanggil pulang oleh Associated Press dan menjadi
pesohor. Gaiinya dinaikkan. Ia pun menerima hadiah Pulitzer serta bertemu
Presiden Harry S. Truman. Rosenthal juga laris diundang sebagai narasumber
berbagai acara.
Tetapi, tuduhan atas foto yang diatur telah menjadi
topik pembahasan menyakitkan sejak perang berakhir karena kesalahpahaman yang
terus diungkit bertahun-tahun. Namun,
mitos “diatur” itu mudah diabaikan dengan melihat film lima detik oleh Bill Genaust yang diambil
pada waktu yang sama.
Catatan Must Prast
Klub Baca Buku IGI
Sidoarjo, 26 April
2013
Referensi
Iwo
Jima
1945 (Derrict Wright)