Dalam beberapa hari ini
Saya menerima banyak sekali cerita atau lebih tepatnya ungkapan perasaan
sahabat-sahabat saya yang sejak seminggu yang lalu sudah tidak menduduki
posisinya sebagai kepada sekolah. Seperti yang diberitakan di Tribun Kaltim 15
Januari 2013, ada 117 kepala sekolah di kota Samarinda, mulai dari tingkat
SD,SMP dan SMA/SMK di mutasi secara bersamaan. Ada teman saya yang saya anggap
sebagai kepala sekolah yang penuh komitmen, berprestasi, dan punya jaringan
yang sangat luas untuk mendatangkan bantuan mesin-mesin canggih dari negara
Jerman untuk praktik mesin di sekolahnya, terkena mutasi, padahal belum dua
periode, tampaknya yang bersangkutan sampai saat ini belum bisa menerima
keputusan mutasi tersebut. Ada teman yang lain yang sudah dua periode yang
sebenarnya sudah siap untuk dimutasi, namun tetap merasa sakit hati. Ternyata,
hampir semua kepala sekolah yang tidak dilanjutkan masa jabatannya baik di
sekolah tersebut maupun di sekolah lain, tidak mendapatkan tempat tugas yang
baru, sementara tempat tugasnya saat ini harus diserahkan kepada orang lain.
Bayangkan itu kalau
terjadi kepada diri kita, Menghadapi mutasi yang sudah jelas tempat mutasinya
saja bila itu di bawah posisi sebelumnya sudah membuat orang tidak nyaman,
apalagi kehilangan jabatan dan tidak tahu harus ke mana setelah itu. “Ini
betul-betul sangat menyakitkan”, kata sahabat saya itu. “Apa yang selama saya
lakukan sama sekali tidak dihargai, oleh atasan saya, diajak bicarapun tidak”. Kata
teman saya itu. “ibarat habis manis sepah dibuang”, kata teman saya yang lain.
Perlakukan yang dilakukan
oleh pejabat atasan sahabat saya itu, adalah perlakuan yang tidak menunjukkan
rasa hormat. Dalam sebuah tim, bergantian tim adalah hal yang biasa sepanjang
tetap dilakukan dengan rasa hormat. Dalam hal menunjukkan rasa hormat, Stephen
M.R Covey dalam bukunya “The Speed of
Trust” mengatakan bahwa ada dua dimensi yang penting dalam perilaku
menunjukkan rasa hormat ini. yang pertama, berperilaku dengan cara-cara yang
menunjukkan penghormatan mendasar terhadap sesama. dan yang kedua, berperilaku
dengan cara-cara yang menunjukkan kepedulian dan keprihatinan. Menunjukkan
penghormatan di dasarkan pada prinsip-prinsip penghormatan, keadilan,
kemurahan, kasih dan peradaban, namun
prinsip utamanya yang paling hakiki dari masing-masing individu adalah,
pentingnya masing-masing manusia sebagai bagian dari keluarga manusia.
Pada peristiwa yang
dialami para kepala sekolah yang dimutasi tersebut, menurut saya adalah sebuah
kecerobohan manajemen, ketidakpedulian, dan ketidakpekaan pimpinan terhadap
nasib para pegawainya. Kondisi ini dinilai sebagai bentuk tidak menghargai dan
tidak menunjukkan rasa hormat terhadap kontribusi para pegawainya yang telah
berjuang memimpin dan memajukan pendidikan di wilayahnya. Ketidakpedulian ini
akan menimbulkan reaksi negative dengan menunjukkan rasa tidak hormat kepada
pimpinannya dan penghormatan palsu dari para pegawainya, atau yang lebih
menyakitkan para pegawai akan menghormati pimpinannya bilamana dia punya
kepentingan terhadap posisi atau imbalan tertentu,bila sudah tercapai
keinginannya dia kembali tidak menghormatinya.
Sir Richard Branson,
seorang pendiri sekaligus pimpinan The Virgin Group mengatakan, Saya mencoba
memperlakukan orang sebagai manusia…kalau mereka tahu bahwa Anda peduli, hal
itu akan membangkitkanyang terbaik dari diri mereka. Penghargaan terhadap hasil
kerja merupakan kepuasan kerja disamping tantangan dan kesesuaian pekerjaan.
Dengan menunjukkan rasa tidak hormat berarti pimpinan sudah menanamkan bibit
ketidakpedulian, sikap masa bodo dan hilangnya semangat kerja, dan ini akan
berdampak kepada cara pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
khususnya pelayanan pendidikan.
Dari tulisan di atas
saya hanya ingin mengatakan bahwa “Tidak ada hubungan baik yang dapat dibangun
tanpa menunjukkan rasa hormat”.
Oleh
Joko
Wahyono