Dalam Born
Digital dijelaskan anak yang lahir setelah tahun 1980 disebut Digital Natives (2008:1).
Saya tidak tahu apa padan kata yang pas dalam Bahasa Indonesia untuk
Digital Natives. Apa anak digital atau masyarakat digital? Yang jelas DN ini
lahir dalam era tekhnologi digital. Kalau sekarang bisa dikatakan, bayi lahir
saja sudah pegang HP. Coba kalau ayahnya tidak ditempat, sementara bayi itu
perlu mendengar suara pertamanya dengan suara adzan. Tentu sarana yang tepat
adalah HP. Siswa sekarang adalah
anak-anak digital yang sudah luar biasa
kemampuannya untuk menguasai IT karena mereka besar bersama pesatnya
perkembangan IT.
Sementara disisi lain, guru-guru sekarang mayoritas adalah
generasi yang lahir sebelum perkembangan teknologi sepesat sekarang.
Belum ada
social networks seperti Facebook,
Twitter dll. Mereka besar dalam era media cetak. Kirim surat perlu ke
kantor pos dulu. Kalau mau cepat, pakai telegram. Mesin ketik masih
manual. Telepon interlokal harus ke
kabupaten. Ketika ada perkembangan teknologi seperti sekarang ini, sikap
guru
ada yang bisa beradaptasi dengan mencoba menguasai teknologi pendidikan
mutakhir dan ada juga yang tidak peduli (malas) belajar. Generasi (tua)
yang
baru belajar teknologi digital ini disebut Digital
Immigrants (4). Masyarakat pendatang
dalam dunia digital. Guru
sekarang mayoritas adalah pendatang dalam dunia digital. Kalau boleh
jujur, tahun berapa kita baru belajar komputer. Belajar beremail.
Belajar
menggunakan powerpoint ketika mengajar. Saya
sendiri belajar bagaimana membuat email dan mengirim surat melalui email
baru
tahun 2005. Itu pun karena terpaksa. Kalau
British Council tidak memaksa lamaran kuliah singkat ke Leeds
University, UK, melalui email, belum
tentu tahun itu saya belajar bagaimana menguasai ketrampilan ber-email
dan
berinternet.
Kesenjangan tentu sangat besar dalam penguasaan IT antara Digital Native students dengan Digital
Immigrant teachers. Tetapi bisa dibayangkan pembelajaran (pada siswa DN) tanpa
menggunakan computer dan internet di kelas akan menyebabkan kurang menariknya
pembelajaran dan tidak maksimalnya informasi yang didapat siswa. Saya berasumsi penggunaan Computer Assisted
Learning Language dan Internet Based Language Learning sudah menjadi kebutuhan
pokok bagi guru sekarang, terutama di
sekolah-sekolah yang sudah mempunyai akses internet dan fasilitas proyeksi
LCD. Dari sini saya melihat dan
menyarankan: pertama, guru harus menguasai teknlogi pembelajaran untuk
menyiapkan siswa agar mereka lebih siap dalam menghadapi dunia teknologi
digital yang pasti akan mereka hadapi di kehidupan (pekerjaan) abad 21 ini. Kedua,
perlunya calon guru dibekali penguasaan teknologi (media) pembelajaran berbasis
computer dan internet. Karena saya melihat masih minimnya penguasaan guru-guru
PPL dan guru-guru muda terhadap media
pembelajar mutakhir tersebut. Itu artinya kurikulum di LPTK (FKIP) selama ini
masih belum melihat pentingnya siswa menguasai ketrampilan IT sebagai bekal
hidup mereka di era digital seperti sekarang ini. Pembelajaran di PT sendiri masih
konvensional, karena dosennya juga Digital Immigrants yang malas untuk belajar.
Ciyuss, bagaimana kalau seperti itu? (R. Chusnu Yuli Setyo)