Pada Jumat pagi, 26 April 1996, Pak Harto menangkap
firasat buruk. Saat itu ia mancing di perairan sebelah barat Anyer, Jawa Barat.
The Smiling General (julukan Soeharto) hanya berhasil menangkap dua ekor ikan.
”Ini kok nggak seperti biasanya ya?”
ucapnya kepada ajudannya.
Setelah itu cuaca mendadak tidak bersahabat. Awan
bergulung-gulung dan langit mulai gelap. Badai pun menerpa. Rombongan presiden
lantas pindah ke kapal TNI-AL yang lebih besar. Keberadaan kapal tempur TNI-AL
itu memang termasuk prosedur pengamanan presiden.
Sutanto, ajudan presiden, mengaku mulai
menangkap firasat tidak mengenakkan tersebut (2012: 521). Setelah badai reda,
mereka kembali ke Jakarta.
Saat Soeharto memancing di Selat Sunda itu, Ibu
Tien sedang mengunjungi sentra pembibitan di taman buah Mekarsari. First Lady tersebut
sebenarnya tak boleh berjalan terlalu jauh, namun ia melanggarnya. Ia pun
kecapekan. Padahal, sebelumnya sang ibu negara memiliki gangguan jantung.
Alhasil, Minggu sebelum subuh pukul 04.00, Tien
sulit bernapas. Melihat dokter pribadi kepresidenan Hari Sabardi memberikan bantuan pernapasan
dengan alat oksigen, Sutanto berinisiatif membawa ibu negara itu ke mobil dan
membawanya ke RSPAD Gatot Subroto. Malang tak bisa ditolak, pukul 05.10 Tien mengembuskan
napas terakhir.
Pascareformasi, berembus kabar bahwa Tien
meninggal karena tertembus peluru yang dipicu perkelahian Bambang Trihatmojo
dan Tommy Soeharto. Mereka dirumorkan berantem karena berebut proyek mobil
nasional. Salah satu peluru disebutkan mengenai ibunda mereka, Tien.
Mengenai hal ini, Sutanto yang kelak menjadi
Kapolri menampiknya. ”Itu rumor dan cerita yang sangat kejam. Tidak benar sama
sekali. Saya saksi hidup yang menyaksikan Ibu Tien terkena serangan jantung
mendadak, membawanya ke mobil, dan terus menunggu di luar ruangan saat tim
dokter RSPAD melakukan upaya medis,” tegas Jenderal Pol (pur) Sutanto (2011 : 523).
Sutanto dikenal sebagai perwira polisi yang
kalem dan dekat dengan para anak buahnya. Ia lulusan terbaik Akabri Kepolisian (sekarang
Akademi Kepolisian/Akpol) 1973. Ia dikenal sebagai perwira yang jujur dan tegas
sehingga ditunjuk sebagai Kapolri (2005-2008) dan kepala Badan Intelijen Negara
(2009). Banyak kalangan perwira militer dan kepolisian yang mengakui bahwa
Sutanto dapat dipercaya. Tentunya, kesaksian Sutanto tentang misteri di balik
wafatnya Ibu Tien sangat penting untuk menjawab rumor yang menyebut bahwa sang
ibu negara meninggal setelah tertembus peluru yang berasal dari senjata salah
satu putranya.
Catatan Must Prast
editor Jawa Pos
Sidoarjo, 10 Januari 2013