Menyelamatkan Hutan Tua di Bukit Garuda (Sebuah Pendidikan Tentang Lingkungan Hidup)

"Few will have the greatness to bend history itself; but each of us can work to change a small portion of events, and in the total of all those acts will be written the history of this generation." -- Robert F. Kennedy

Saya bahkan masih ingat betul tanggalnya, pagi sejuk yang mengawali hari Rabu tanggal 23 Mei 1984 --seperti tercatat dalam jurnal saya-- ketika saya membaca secuplik artikel kecil di koran lokal, Wisconsin State Journal, dengan judul "Third-graders Join Eagle Heights Woods Preservation." Artikel tersebut bercerita tentang upaya murid-murid kelas tiga Orchard Ridge Elementary Shcool, dalam menyelamatkan sebuah hutan tua di kotanya.

Cerita ini sebetulnya dimulai sembilan bulan sebelumnya, yaitu ketika tiba-tiba muncul papan tanda "For Sale" diatas sepetak tanah di tepi danau Mendota. Tanah ini menjadi bagian dari hutan kecil yang dikenal sebagai "Lower Eagle Heights Woods." Pemilik tanah, Gerald Welch, bermaksud menjual tanahnya kepada real-estate developer yang akan menjadikannya kompleks condominium.

Rencana ini mendapat tentangan keras dari para environmentalis, mengingat kerusakan pantai danau dari pembangunan sejenis sebelumnya. Pihak conservationalis juga menolak, karena hutan diatas tanah ini masih "perawan" (virgin forest), penuh dengan pohon oak yang sudah tua, ratusan tahun sebelum para settlers membangun kota ini. Walaupun begitu, tidak ada yang bisa melarang orang menjual tanah yang dimilikinya dengan sah. "Pembebasan tanah" (baca: penggusuran) dibawah moncong senjata a la preman-penguasa jelas tidak bisa diterima oleh masyarakat yang beradab dan berpegang pada prinsip hukum. Satu-satunya cara untuk menghentikan pengembangan tanah tersebut adalah dengan membelinya -- yang saat itu nilai pasarnya sekitar $400 ribu -- dan kemudian menjadikannya sebagai "trust" yang menjamin tidak adanya pengembangan oleh siapa saja. Pemilik tanah sendiri setelah diajak bicara juga bersedia menangguhkan rencananya, dengan menolak penawaran dari pihak lain, paling tidak selama satu tahun.

Yang menjadi masalah adalah budget kota tidak bisa menyisihkan dana sebesar itu. Diharapkan pihak University -- yang akan diserahi memegang hak dan custody -- akan ikut menutup sebagian besar biaya, tetapi university juga tidak bisa sembarangan mengeluarkan duit diluar rencana budget, karena itu hanya bisa pledge antara $50-75 ribu.

Melalui beberapa public debate dan town meeting dapat disimpulkan bahwa majoritas masyarakat menghendaki preservasi hutan tersebut. Maka dibentuklah yayasan untuk mengkoordinir "fund raising", dan koran lokal membantu menyiarkan kampanye "Save the Woods." Nah, isu seputar hutan di Lower Eagle Heights inilah yang kemudian dipilih sebagai topik proyek kelas oleh murid-murid kelas tiga di Orchard Ridge Elementary School tersebut.

[Catatan: Bahan pelajaran di sekolah publik di sini tidak "sekaku" seperti di tanah air (apa-apa diputuskan di Jakarta), tetapi lebih diserahkan kepada kreativitas sang guru. School district dan board of education memang memberikan pedoman tentang jumlah waktu dan apa ekspektasi outputnya, tetapi praktis para guru lah yang menentukan sepenuhnya materi yang diajarkan. Seringkali murid diajak ikut serta dalam pengambilan keputusan tentang topik apa yang dipilih]

Dalam unit tematik pelajaran tentang lingkungan dan habitat satwa liar, murid-murid sepakat untuk mengangkat isu preservasi hutan Eagle Height. Seperti rutin proyek di kelas yang lain, murid-murid di kelas ibu guru Claudia Blum ini kemudian melakukan riset dengan mulai mengumpulkan artikel koran, surat pembaca, selebaran, catatan dari public hearing, town meeting, dan perdebatan panjang seputar isu ini.

Yang sangat menarik adalah ketika kemudian ada seorang murid yang mengusulkan kepada teman-temannya bagaimana kalau mereka ini tidak sekedar jadi pemerhati dan peneliti saja tetapi terlibat secara nyata, "to have a piece of the action." Semuanya mengacungkan tangan tanda setuju, dan mulailah murid-murid ini menyelenggarakan "fund raising" mereka sendiri -- tentu saja a la anak-anak kelas tiga SD. Melalui "bake sale" (jualan kue) dan sumbangan dari kocek sendiri, mereka berhasil mengumpulkan uang sebanyak $65 sebagai kontribusi mereka pada upaya penyelamatan hutan tersebut.

Apa yang dilakukan murid-murid kelas tiga ini seolah "mengingatkan" penduduk kota akan proyek penyelamatan hutan yang masih belum beres itu (dananya masih jauh dari cukup). Koran dan stasiun radio lokal yang mengendus isnisiatip anak-anak ini mulai menyiarkannya. Gayung bersambut, dan orang mulai membicarakannya lagi, telpon mulai berdering, mesin fax kembali berisik (email belum begitu jamak saat itu, apalagi jejaring sosial macam facebook), para politician dan pejabat mulai menaruh perhatian lagi.

Cerita ini dengan cepat "menular" ke seluruh kota seperti virus influenza. The wheel is again on the move, and voila ... awal Oktober target dana untuk membeli tanah ini tercapai. Total ada terkumpul $398,000, dengan breakdown: federal grant sebanyak $148 ribu, university $100 ribu, city $80 ribu, county $40 ribu, dan sekitar $30 ribu dari private donation (termasuk $65 dari bake sale murid-murid kelas tiga Orchard Ridge tersebut).

Limabelas tahun lebih telah berlalu, hutan Eagle Heights masih tetap perawan, dan tidak akan bisa diganggu lagi oleh siapa saja ataupun raksasa serakah yang sering diberi nama "pembangunan." Murid-murid Orchard Ridge yang memberi inspirasi tulisan ini semuanya sudah dewasa, sebagian besar sudah lulus college, sudah "jadi orang." Saya yakin tidak ada seorangpun bisa melupakan proyek kelasnya itu. Mungkin di antara mereka ada yang sudah punya anak, dan sesekali membawa anaknya berjalan-jalan atau bersepeda di jalan setapak di Lower Eagle Heights Woods. Menikmati udara segar dibawah rerimbunan pohon-pohon oak yang berusia ratusan tahun dan bercanda dengan kijang, tupai dan badger (beruang kecil, yang menjadi mascot UW-Madison dan State of Wisconsin) yang masih banyak berkeliaran disitu. Kadang masih terlihat burung garuda melayang-layang di angkasa, dan sesekali hinggap dipucuk pepohonan. Dahulu katanya banyak burung garuda berdatangan ke hutan ini untuk bercengkerama. Dari situlah asal nama "Bukit Garuda" (Eagle Heights) yang menjadi judul tulisan ini.

Tulisan ini adalah cerita sebuah perjuangan, dimana setiap pihak menjadi pemenangnya. Penduduk kota mendapatkan hutan tua warisan jaman purba, pemilik tanah menerima yang menjadi haknya. Tetapi pemenang terbesar adalah mereka yang telah terlibat secara nyata, seperti murid-murid itu. Murid-murid kelas tiga Orchard Ridge ini, walau tidak semuanya menjadi konservationis atau aktivis lingkungan, dalam hatinya telah bersemi tunas-tunas kepedulian dan keramahan pada lingkungan, apapun profesi mereka di kemudian hari. Inilah satu praksis pendidikan lingkungan yang paling masuk akal, yang tidak ada duanya sepanjang pengalaman hidup saya. Hati saya begitu tergerak, tanpa terasa mulut saya bergumam: "Inilah tempat dimana saya akan membesarkan anak-anak nanti."
                                                                                                    oleh: Moko Darjatmoko (*)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...