Pendidikan Pancasila

 
Pendidikan Pancasila
Mohammad Abduhzen ;  Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina, Jakarta; Ketua Litbang PB PGRI
KOMPAS, 26 April 2013
 
Rancangan Kurikulum 2013 mengembalikan Pancasila seperti Kurikulum 1994, yaitu sebagai mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Keberadaan Pancasila dalam kurikulum senantiasa timbul tenggelam, bergantung pada situasi kebangsaan. Pada Kurikulum 1968, di awal Orde Baru, Pancasila menjadi kategori pertama bidang pembelajaran ”Pembinaan Jiwa Pancasila” yang terdiri atas pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan pendidikan olahraga.
Kurikulum 1975—seiring menguatnya dominasi Orde Baru—menjadikan Pancasila sebagai mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Kurikulum ini disempurnakan pada 1984 dengan menambahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), di samping PMP dan Sejarah. Tumpang tindih pelajaran ini kemudian disederhanakan dalam Kurikulum 1994 dengan menyatukan PMP dan PSPB jadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Ketika Reformasi tiba, Pancasila yang lama menjadi alat legitimasi turut mengalami deapresiasi sehingga UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tak mewajibkan Pancasila ada dalam kurikulum pendidikan. Karena itu, dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK, 2004) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006), Pancasila raib dan PPKn menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Kevakuman
Proses ideologisasi Pancasila semasa Orde Baru dengan tafsir dan asas tunggalnya telah memaksa mayoritas masyarakat Indonesia berideologikan Pancasila secara semu. Praktik represif dan doktrinal yang ditempuh justru menimbulkan sinisme terhadap Pancasila sebagai personifikasi penguasa. Maka, saat Orba jatuh, Pancasila seperti ikut melindap.
Sekarang, Pancasila mengalami kekosongan makna karena pemaknaan oleh Orde Baru berupa Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) beserta 36 butir nilai-nilai seolah gosong. Kita perlu rekonstruksi tafsir yang mampu menerangkan bagaimana berbagai gagasan dalam Pancasila saling berhubungan dan mampu mengantarkan bangsa ini pada kehidupan lebih baik, seperti janji kemerdekaan.
Pada hari-hari ini, kita juga tak menyaksikan adanya upaya internalisasi nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan secara mendasar dan sistemis. Memang ada upaya sosialisasi ”Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, tetapi—selain Pancasila sebagai pilar dipersoalkan—hanya sayup-sayup sampai kepada publik. Barangkali kita tinggal mengandalkan kecakapan para guru mengajarkan Pancasila di sekolah. Itu pun, sekarang ini, Pancasila diajarkan sebatas dasar administrasi negara.
Menguatnya semangat aliran belakangan ini di ranah politik dan sosial merupakan indikator kian lemahnya apresiasi masyarakat terhadap Pancasila sebagai landasan hidup bersama. Kenyataan ini tak boleh dibiarkan, dan seyogianya pemerintah serius merevitalisasi Pancasila.
”Mengilmiahkan” Pancasila
Butir penting untuk reaktualisasi yakni merumuskan konstelasi pembelajaran dan transformasi nilai-nilai Pancasila dalam proses pendidikan.
Sebagai substansi pembelajaran, Pancasila selama ini dikenalkan lebih sebagai mitos ketimbang sesuatu yang ilmiah. Keberadaan Pancasila seperti tak melekat dalam kesadaran dan hanya muncul sebagai perilaku artifisial. Agar mengejawantah sebagai perilaku otentik, Pancasila harus diakarkan di dalam pikiran dan ditumbuhkan sebagai sikap di dalam jiwa.
Karena itu, Pancasila perlu ”diilmiahkan” dengan mengobyektivikasi makna-makna normatif dan simbolisnya secara logis-empiris. Pembahasan Pancasila harus mampu mengantarkan kita kepada situasi logika dan fakta yang tak terelakkan sehingga pilihannya harus diterima.
Pancasila, sebagaimana dinyatakan penggagasnya, adalah philosofische grondslag atau weltanschauung, yaitu fundamen, filsafat, dan pikiran yang mendalam. Pancasila lahir sebagai antitesis imperialisme dengan ide-ide besar seperti ”penjajahan di atas dunia harus dihapuskan”, kebinekaan/pluralisme, musyawarah, dan ketuhanan yang harus dijadikan realiteit.
Merealisasikan Pancasila sebagai landasan kehidupan bersama, yang dibutuhkan di alam modern ini, memerlukan argumen yang tak sekadar common sense, akal sehat. Setakat ini status epistemologis Pancasila baru sebatas deskripsi tentang realitas dan cita-cita. Ini tergambar dari pidato Soekarno tentang sila Ketuhanan: ”bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan.”
Pembahasan Pancasila tidak cukup dan berhenti sebatas konsep-konsep universal, tetapi harus berlanjut ke tataran operasional dan kontekstual berdasarkan situasi, kebutuhan, dan pengalaman kebangsaan kita sendiri. Ibarat pohon, Pancasila tunduk pada hukum pertumbuhan universal, tetapi sejatinya ia tetumbuhan tropis.
Reinterpretasi untuk reaktualisasi Pancasila telah dimulai Yudi Latif dengan karyanya Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (2010). Yudi mengobyektivikasi Pancasila dengan fakta historis dan pendekatan teoritis-komparatif, disusul gagasan rasional bagaimana sila demi sila seharusnya diaktualkan.
Pendidikan, tafsir, dan pemikiran tentang Pancasila perlu dikemas sedemikian rupa agar menjadi nilai-nilai kepribadian (kompetensi) lulusan.
Problem Metodologi
Selain persoalan substansi, pembelajaran Pancasila di sekolah sering kali terkendala faktor metodologi. Pada satu sisi disampaikan terlampau akademis—diajarkan hanya sebagai fakta pengetahuan—dan pada sisi lain terlewat ideologis (memaksakan nilai-nilai sebagai doktrin).
Pembelajaran harus menjadi upaya penyadaran pentingnya nilai-nilai Pancasila bagi kehidupan bersama sebagai bangsa. Metode ini seharusnya dapat diturunkan dari UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang menekankan pentingnya penciptaan suasana dan proses pembelajaran, keaktifan, dan berpusat pada murid. Sayangnya, rancangan Kurikulum 2013 tak mengelaborasi metode pembelajaran secara utuh dan menyeluruh. Elemen perubahan terkait proses pembelajaran hanya menambahkan kata teknis: ”mengamati, menanya, dan mengolah”. Sementara pendekatan tematik-integratif dikhususkan untuk SD karena sebelumnya pelajaran IPA akan diintegrasikan di semua kelas SD.
Pendidikan Pancasila mendatang potensial mengalami disorientasi karena ada reduksi dan kesenjangan logika pada kompetensi kurikulum. Kompetensi inti sebagai sublimasi perolehan dari seluruh mata pelajaran mengerutkan fungsi pendidikan hanya dalam empat kategori yang rancu, yakni sikap keagamaan, sikap sosial, pegetahuan, dan penerapan pengetahuan.
Sebagai tujuan akhir pembelajaran, kompetensi inti, selain tampak begitu miskin, juga menimbulkan masalah tautan logis dengan kompetensi dasar dan sesi-sesi pembelajaran, terlebih untuk Pendidikan Pancasila. Menyaksikan situasi kebangsaan yang kian mengkhawatirkan akhir-akhir ini, perumusan Pendidikan Pancasila harus berspektrum luas dan menjadi bagian dari strategi nation building
 
 

read more

UN dan PP Standar Nasional Pendidikan

PERATURAN Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) baru saja ditandatangani Presiden dan 15 anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang ditugasi mengimplementasikan PP SNP tersebut baru saja dikukuhkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Dua peristiwa di atas mungkin memperlihatkan niat pemerintah memperbaiki dunia pendidikan melalui peraturan tentang standardisasi pendidikan secara nasional dan pembentukan badan yang mengatur standar nasional tersebut.

Namun, sayangnya, peraturan yang terlihat tergesa-gesa ditandatangani oleh presiden itu memperlihatkan beberapa kejanggalan. Ini memperkuat dugaan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) memang dibuat untuk mengejar target "proyek" ujian nasional yang selama ini mendapat banyak kritikan dari masyarakat, praktisi dan pakar pendidikan, serta dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) oleh Komisi X DPR. Kejanggalan pun terutama terlihat pada pasal-pasal yang mengatur tentang penilaian hasil belajar, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dan tentang ujian nasional.

KEJANGGALAN pertama PP SNP terlihat pada Pasal 63 Ayat (1). Pasal ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan penilaian hasil belajar peserta didik selain kewenangan yang dimiliki oleh pendidik dan satuan pendidikan. Pasal ini jelas memperlihatkan bentuk intervensi pemerintah yang paling dalam terhadap otonomi pedagogis pendidik/guru, sekaligus bertentangan dengan semangat Pasal 58 Ayat (1) UU Sisdiknas yang memberikan kewenangan penuh kepada pendidik untuk menilai seluruh proses pembelajaran peserta didik; mulai dari awal hingga akhir penentuan kelulusannya.

Keikutsertaan pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga mandiri dalam melakukan evaluasi-sebagaimana tercantum pada Pasal 58 Ayat (2) dan Pasal 59 Ayat (1) UU Sisdiknas-adalah evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, jenis pendidikan dan program pendidikan. Kalaupun ada kewenangan mengevaluasi peserta didik, tentu yang dimaksud bukanlah terhadap hasil belajar dan kelulusannya, melainkan evaluasi terhadap kondisi peserta didik yang dapat mendukung terlaksananya proses pembelajaran. Taruhlah seperti rasio peserta didik terhadap guru, pemetaan sosial-ekonomi, dan kesehatan peserta didik, termasuk disparitas peserta didik antar-individu, kelompok dan antarwilayah/daerah. Dengan begitu, hak mutlak untuk menilai proses pembelajaran dan menentukan kelulusan peserta didiknya tetap menjadi milik pendidik karena secara pedagogis para pendidiklah yang paling tahu tentang peserta didiknya.

Kejanggalan kedua adalah hilangnya kata independen pada Pasal 73 Ayat (3) tentang sifat BSNP. Bunyi lengkapnya: "Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BSNP bersifat mandiri dan profesional". Pasal inilah yang dijadikan alasan mengapa BSNP tidak sepenuhnya independen, tetapi hanya sebagai pembantu menteri seperti tertera pada Pasal 76 Ayat (1).

Kedua pasal di atas sepintas terlihat wajar. Tetapi, menjadi sangat janggal ketika pasal tersebut secara tertib hukum seharusnya menjadi turunan dari ketentuan umum Pasal 1 Butir 22 yang secara tegas menyebutkan bahwa BSNP adalah badan yang mandiri dan independen. Bunyi lengkapnya: "Badan Standar Nasional yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan".

Sebenarnya, kalau kita baca bahan sosialisasi RPP SNP yang dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tanggal 31 Desember 2004, BSNP masih disebut sebagai badan independen seperti tercantum pada Pasal 51 Ayat (5) bahan sosialisasi. Bunyi lengkapnya: "Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BSNP mandiri dan independen terhadap Menteri". Pasal ini sudah menunjukkan kemajuan berpikir. Tetapi, sayangnya, pada bahan RPP SNP revisi tanggal 23 April 2005 bunyinya berubah menjadi seperti yang tertera dalam Pasal 73 Ayat (3) PP SNP.

Dari perubahan itu terkesan rekayasa "memandulkan" independensi BSNP. Sayangnya. kerja "kejar target" itu menyebabkan tim penyusun menjadi tidak jeli sehingga menimbulkan kejanggalan signifikan dalam tata urut dan substansi hukum PP SNP antara yang termuat dalam Pasal 1 Butir 22 ketentuan umum dan Pasal 73 sampai Pasal 77 sebagai turunannya. Karena ketentuan umum merupakan klausul pokok yang turunannya tertuang dalam pasal-pasal, konsekuensinya BSNP seharusnya adalah badan independen! Terlalu boros jika akhirnya BSNP hanya berfungsi sebagai birokrasi baru yang hanya bertugas sebagai "tukang stempel" dan kepanjangan tangan Mendiknas.

Kejanggalan ketiga terlihat pada kewenangan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional seperti tertera pada Pasal 76 Ayat (3) b. Pasal ini jelas dijadikan landasan hukum bagi pemerintah untuk melegitimasi penyelenggaraan ujian nasional yang telah memasuki waktu pelaksanaannya. Apalagi dengan memasukkan klausul "belut" dalam ketentuan peralihan Pasal 94 Butir e yang menyebutkan bahwa: "Penyelenggaraan ujian nasional dilaksanakan oleh pemerintah sebelum BSNP menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan peraturan ini", maka sempurnalah sudah legitimasi pemerintah untuk terus mengurusi hasil belajar anak karena BSNP yang baru dibentuk tentu tidak dapat menyelenggarakan ujian yang sudah memasuki waktu pelaksanaannya.

Persoalannya sekarang apakah secara konstitusi BSNP memang berwenang menyelenggarakan ujian nasional? Jika BSNP tetap menyelenggarakan ujian nasional, maka pertanyaan mendasar yang kita ajukan adalah logiskah sebuah badan yang bertugas melakukan pemantauan terhadap suatu kegiatan sekaligus menjadi pemain dari kegiatan yang dipantaunya?

Kejanggalan keempat adalah tentang kelulusan. Pasal 72 Ayat (1) d menyebutkan bahwa peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah memenuhi empat persyaratan. Pertama, telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran. Kedua, memperoleh nilai minimal untuk pelajaran agama, akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, jasmani dan kesehatan. Ketiga dan keempat lulus ujian sekolah dan lulus ujian nasional.

Syarat kelulusan pertama dan kedua sepintas mencoba untuk menghargai penilaian proses. Namun, ketika peserta didik harus dihadapkan pada syarat lulus ujian sekolah dan ujian nasional, maka pada akhirnya proses pembelajaran menjadi tidak lagi berarti. Sebab, seperti yang terlihat pada kenyataan sehari-hari, di banyak sekolah semua kegiatan pembelajaran tercurah hanya untuk mempelajari cara menyiasati soal-soal ujian semata. Akhirnya, proses pembelajaran menjadi kering dari suasana kemanusiaan.

Padahal, kalau kita tengok standar kompetensi lulusan seperti yang tertera dalam Pasal 26 PP SNP, maka angka-angka patokan kelulusan selama ini seperti 3,01; 4,01; dan 4,26 sama sekali tidak mencerminkan standar kompetensi lulusan tersebut. Contohnya Pasal 26 Ayat (2) berbunyi: "Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut".

Penjelasan Pasal 35 Ayat (1) UU Sisdiknas juga menetapkan kompetensi lulusan yang komprehensif, yaitu merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Patokan angka-angka kelulusan jelas hanya gambaran aspek pengetahuan (kognitif) semata. Tidak mengandung makna kecerdasan apalagi akhlak mulia.

TAMPAKNYA masih banyak persoalan lain yang mengganjal dengan PP SNP, seperti problem kategorisasi sekolah formal standar dan mandiri yang dapat menjerumuskan masyarakat terkotak-kotak ke dalam lingkup sekolah kaya dan sekolah miskin, lalu mengapa PP SNP bersikap diskriminatif dalam memberikan otonomi pedagogis kepada pendidik di satuan pendidikan dasar dan menengah dengan di perguruan tinggi? Mengapa pula Bab X tentang penilaian tidak diintegrasikan dengan Bab XII tentang evaluasi, padahal penilaian hasil belajar di dalam UU Sisdiknas menjadi satu kesatuan dengan bab evaluasi?

Akhirnya, ketika beberapa anggota BSNP ditanyai oleh para wartawan tentang seleksi yang dilaluinya sampai terpilih menjadi anggota BSNP, semua mengakui hanya dihubungi melalui telepon oleh pihak Depdiknas tanpa melalui seleksi. Tanpa mengurangi kapasitas dan kompetensi para anggota BSNP terpilih, pertanyaannya yang perlu kita ajukan kepada Mendiknas adalah bagaimana mungkin memilih keanggotaan sebuah badan yang memiliki kewenangan menentukan standar nasional pendidikan yang merupakan cermin standardisasi untuk memajukan bangsa kita ke depan dilakukan dengan cara-cara yang tidak berstandar dan tanpa seleksi pula?

Kita berharap pemerintah membuka hati untuk mengkaji ulang dan merevisi PP SNP yang telanjur menimbulkan beberapa kejanggalan yang serius. Tentunya dengan mengakomodasi lebih banyak lagi pendapat ahli, pedagog, dan kelompok-kelompok masyarakat peduli pendidikan. Sangat kita sayangkan kalau sebuah peraturan pemerintah yang langsung ditandatangani oleh Presiden harus menimbulkan kejanggalan yang cukup signifikan!



Suparman
Sumber: Kompas
Suparman Sekretaris Eksekutif Federasi Guru Independen Indonesia, Koordinator Koalisi Pendidikan


read more

Murid Termotivasi, Murid Berprestasi

Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan hal utama sebelum akhirnya murid dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi penting agar murid dapat lebih aktif, dan tidak sebatas menerima ilmu, melainkan turut aktif dalam menyaring informasi yang diterima dan tentunya memberikan masukan.
Bagaimana cara memotivasi murid agar dapat lebih aktif di kelas?
Sebelumnya, kita perlu mengetahui bahwa terdapat dua jenis motivasi yaitu, motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari individu, tanpa ada paksaan ataupun dorongan dari orang lain. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul dikarenakan dorongan dari luar individu. Sebagian siswa mungkin telah memiliki antusiasme dan motivasi yang tinggi, namun terkadang beberapa siswa membutuhkan dorongan lebih agar terstimulasi untuk menjadi lebih aktif di kelas. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memotivasi siwa dan mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang efektif.
Pertama, perlunya menciptakan iklim belajar menyenangkan yang dititik beratkan pada kebutuhan juga ketertarikan siswa pada materi pelajaran. Salah satu cara menciptakan iklim belajar yang menyenangkan adalah dengan mengajak siswa secara aktif menganalisis suatu studi kasus tertentu. Hal ini akan melibatkan siswa berpartisipasi dengan ikut membuat (making), bertindak (doing), menulis (writing), merancang (designing), menciptakan (creating) dan memecahkan persoalan (solving). Dengan keterlibatan aktif dan komunikasi dua arah, siswa akan lebih aktif dan tertantang dalam kegiatan belajar, dibandingkan sekedar mendengarkan materi yang diberikan.
Selain iklim belajar menyenangkan, menjadi penting bagi guru untuk menjaga hubungan baik dengan siswa. Jadilah teman bagi siswa yang dapat mendengar pendapat dan cerita siswa. Lebih dari sekedar mendapatkan angka, bantu siswa menemukan manfaat dan pentingnya materi yang sedang dipelajari. Lebih jauh lagi, penting untuk menghindari suasana kompetisi yang berlebihan antar siswa dengan mengarahkan mereka lebih kepada kompetisi kerja dalam tim.
Motivasi siswa mendorong prestasi siswa.
Mari motivasi anak didik kita untuk lebih aktif di kelas! :)

Sumber : http://guraru.org/info/murid-termotivasi-murid-berprestasi/


read more

Software Yang Harus Ada Setelah Install Windows

Setelah Install Windows di PC atau Laptop, seringkali kita kebingungan dengan langkah selanjutnya, yakni soal aplikasi apa saja yang perlu kita install setelah seluruh driver bawaan terinstall (karena pada umumnya, driver bawaan ini di sertakan dalam sebuah CD/DVD ketika membeli motherboard baru atau laptop Baru).

Jika anda termasuk dalam kategori diatas, maka anda perlu memnbaca 10 daftar install aplikasi yang saya susun secara berurutan. sehingga anda bisa menggunakannya sebagai to-do-list juga.


10 Software yang harus ter-instal di Komputer antara lain:

1. Antivirus

Sebelum lanjut menginstall software-software lainnya, install dulu security software untuk terhindar dari bahaya virus-virus maupun spyware yang membahayakan komputer dan privasi kita. Untuk program keamanan ini, saya rekomendasikan eset Nod32. Avast juga boleh.

2. Browser selain IE

bagi pecinta XP, install browser selain IE adalah keharusan. karena security IE bawaan sangat lemah. Instal dua Browser sekaligus: Firefox dan Chrome.

3. Pengelola Arsip (alat kompresi file)

Kenapa? karena seringkali kita mendownload file dari internet dalam bentuk archive. baik zip maupun rar. rekondasi saya: 7zip atau winrar. alasan tidak menggunakan winzip karena dia hanya mampu menagani zip file sementara explorer milik XP saja sudah bisa membuka zip.

4. Download Manager.

Gunakan IDM. atau yang fre tapi kualisat sama: Xtreme Download Manager. Kenapa? segai akselerator ketika mendownload. jika menggunakan downloader bawaan browser rassanya kurang nyaman karena tidak bisa me-resume file download.

5. Cleaner untuk membersihkan file sampah.

Gunakan file semacam Tune-up Utilities (berbayar). tapi saya lebih suka menggunakan CCleaner Home karena gratis. dengan tool pembersih file sampah ini kinerja komputer bisa meningkat.

6. Komplement Populer

Di antaranya: Flash Player, Java Runtime Environment, DirectX, .NetFramework, dan Jika mempunyai device Android pasang juga MTP driver utility.

7. Pengolah kata dan data

Bisanya Microsoft Office, Gunakan Open Office atau Libre Office untuk yang gratisan. Tamabhkan Nitro PDF dan doPDF. masing-masing berguna untuk membaca file PDF dan membuat file PDF. meskipun di Office terbaru sudah bisa mempublish PDF, tapi hasilnya kurang maksimal.

8. Multimedia (Audio Video)

Winamp adalah pilihan utama. Sebagai pelengkap, install MPC atau VLC karena ada beberapa file yang tidak mampu dimainkan oleh winamp. saya lebih suka menggunakan MPC karena mempunyai codec lebih lengkap.

9. Back-up Manager dan Burning tool

di windows 7 sudah ada program semacam ini. hanya saja kurang enak dan tidak leluasa seperti menggunakan aplikasi khusus backup data. Rekomendasi menggunakan norton Ghost atau Mozy dua-duanya ada versi gratis dan berbayar alias lisensi berbayar-nya. Burning tool menggunakan PowerIso atau Nero untuk yang berbayar. jika ingin yang gratisan, gunakan ImgBurn.

10. Messenger.

banyak software messenger mulai teks messenger hingga yang video messenger, ada Yahoo messenger, Pidgin, facebook Messenger, Skype, dan Camfrog.


 


read more

Misteri Rahasia Emas Batangan Soekarno

Mungkin belum banyak yang tahu kalau ada sebuah perjanjian maha penting yang dibuat Presiden I RI Ir Soekarno dan Presiden ke 35 AS John Fitzgerald Kennedy. Konon penembakan John F Kennedy pada November 1963 yang membuatnya tewas secara tragis lantaran menandatangani perjanjian tersebut.

Konon pula penggulingan Ir Soekarno dari kursi kepresidenan wajib dilakukan jaringan intelijen AS disponsori komplotan Jahudi (Zionis Internasional) yang tidak mau AS bangkrut dan hancur karena mesti mematuhi perjanjian tersebut juga tidak rela melihat RI justru menjadi kuat secara ekonomi di samping modal sumber daya alamnya yang semakin menunjang kekuatan ekonomi RI. selain itu ada beberapa tujuan lain yang harus dilaksanakan sesuai agenda Zionis Internasional. Berikut ini saya coba tulis hasil penelusuran pada tahun 1994 s/d 1998, berlanjut tahun 2006 s/d 2010, ditambah informasi dari beberapa sumber. Tapi mohon diingat, anggap saja tulisan ini hanya penambah wawasan belaka.

Perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement Geneva dibuat dan ditandatangani pada 21 November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh Presiden AS John F Kennedy (beberapa hari sebelum dia terbunuh) dan Presiden RI Ir Soekarno dengan saksi tokoh negara Swiss William Vouker. Perjanjian ini menyusul MoU diantara RI dan AS tiga tahun sebelumnya. Point penting perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku pihak I) mengakui 50 persen keberadaan emas murni batangan milik RI, yaitu sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI (selaku pihak II) menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral dolar yang diperuntukkan pembangunan keuangan AS.

Dalam point penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul yang memuat perincian ; atas penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS harus membayar fee 2,5 persen setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua tahun setelah perjanjian). Account khusus akan dibuat untuk menampung asset pencairan fee tersebut. Maksudnya, walau point dalam perjanjian tersebut tanpa mencantumkan klausul pengembalian harta, namun ada butir pengakuan status koloteral tersebut yang bersifat sewa (leasing). Biaya yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.

Biaya pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu Sri Paus Vatikan. Sedang pelaksanaan operasionalnya dilakukan Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut, yakni pada 21 November 1965.

Namun pihak-pihak yang menolak kebijakan John F. Kennedy menandatangani perjanjian itu, khususnya segelintir kelompok Zionis Internasional yang sangat berpengaruh di AS bertekat untuk menghabisi nyawa dan minimal karir politik kedua kepala negara penandatangan perjanjian itu sebelum masuk jatuh tempo pada 21 November 2965 dengan tujuan menguasai account The HEF tersebut yang berarti menguasai keuangan dunia perbankan.

Target sasaran pertama, ’menyelesaikan’ pihak I selaku pembayar, yakni membuat konspirasi super canggih dengan ending menembak mati Presiden AS JF Kennedy itu dan berhasil. Sudah mati satu orang penandatangan perjanjian, masih seorang lagi sebagai target ke II, yakni Ir Soekarno. Kaki tangan kelompok Zionis Internasional yang sejak awal menentang kesepakatan perjanjian itu meloby dan menghasut CIA dan Deplu AS untuk menginfiltrasi TNI-AD yang akhirnya berpuncak pada peristiwa G30S disusul ’penahanan’ Soekarno’ oleh rezim Soeharto. Apesnya lagi, Soekarno tidak pernah sempat memberikan mandat pencairan fee penggunaan kolateral AS itu kepada siapa pun juga !! Hingga beliau almarhum beneran empat tahun kemudian dalam status tahanan politik.

Sedangkan kalangan dekat Bung Karno maupun pengikutnya dipenjarakan tanpa pengadilan dengan tudingan terlibat G30S oleh rezim Soeharto. Mereka dipaksa untuk mengungkapkan proses perjanian itu dan bagaimana cara mendapatkan harta nenek moyang di luar negeri itu. Namun usaha keji ini tidak pernah berhasil.
Hal Ikhwal Perjanjian

Sepenggal kalimat penting dalam perjanjian tersebut => ”Considering this statement, which was written andsigned in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were justobtained.” Perjanjian hitam di atas putih itu berkepala surat lambing Garuda bertinta emas di bagian atasnya dan berstempel ’The President of The United State of America’ dan ’Switzerland of Suisse’.

Berbagai otoritas moneter maupun kaum Monetarist, menilai perjanjian itu sebagai fondasi kolateral ekonomi perbankan dunia hingga kini. Ada pandangan khusus para ekonom, AS dapat menjadi negara kaya karena dijamin hartanya ’rakyat Indonesia’, yakni 57.150 ton emas murni milik para raja di Nusantara ini. Pandangan ini melahirkan opini kalau negara AS memang berutang banyak pada Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah AS dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta raja-rajanya bangsa Indonesia.

Bagi bangsa AS sendiri, perjanjian The Green Hilton Agreement merupakan perjanjian paling tolol yang dilakukan pemerintah AS. Karena dalam perjanjian itu AS mengakui asset emas bangsa Indonesia. Sejarah ini berawal ketika 350 tahun Belanda menguasai Jawa dan sebagian besar Indonesia. Ketika itu para raja dan kalangan bangsawan, khususnya yang pro atau ’tunduk’ kepada Belanda lebih suka menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk batangan emas di bank sentral milik kerajaan Belanda di Hindia Belanda, The Javache Bank (cikal bakal Bank Indonesia). Namun secara diam-diam para bankir The Javasche Bank (atas instruksi pemerintahnya) memboyong seluruh batangan emas milik para nasabahnya (para raja-raja dan bangsawan Nusantara) ke negerinya di Netherlands sana dengan dalih keamanannya akan lebih terjaga kalau disimpan di pusat kerajaan Belanda saat para nasabah mempertanyakan hal itu setelah belakangan hari ketahuan.

Waktu terus berjalan, lalu meletuslah Perang Dunia II di front Eropa, dimana kala itu wilayah kerajaan Belanda dicaplok pasukan Nazi Jerman. Militer Hitler dan pasukan SS Nazi-nya memboyong seluruh harta kekayaan Belanda ke Jerman. Sialnya, semua harta simpanan para raja di Nusantara yang tersimpan di bank sentral Belanda ikut digondol ke Jerman.

Perang Dunia II front Eropa berakhir dengan kekalahan Jerman di tangan pasukan Sekutu yang dipimpin AS. Oleh pasukan AS segenap harta jarahan SS Nazi pimpinan Adolf Hitler diangkut semua ke daratan AS, tanpa terkecuali harta milik raja-raja dan bangsawan di Nusantara yang sebelumnya disimpan pada bank sentral Belanda. Maka dengan modal harta tersebut, Amerika kembali membangun The Federal Reserve Bank (FED) yang hampir bangkrut karena dampak Perang Dunia II, oleh ’pemerintahnya’ The FED ditargetkan menjadi ujung tombak sistem kapitalisme AS dalam menguasai ekonomi dunia.

Belakangan kabar ’penjarahan’ emas batangan oleh pasukan AS untuk modal membangun kembali ekonomi AS yang sempat terpuruk pada Perang Dunia II itu didengar pula oleh Ir Soekarno selaku Presiden I RI yang langsung meresponnya lewat jalur rahasia diplomatic untuk memperoleh kembali harta karun itu dengan mengutus Dr Subandrio, Chaerul saleh dan Yusuf Muda Dalam walaupun peluang mendapatkan kembali hak sebagai pemilik harta tersebut sangat kecil. Pihak AS dan beberapa negara Sekutu saat itu selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam kategori Force Majeur yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta tersebut oleh pihak pemenang perang.

Namun dengan kekuatan diplomasi Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan para petinggi AS dan Eropa kalau asset harta kekayaan yang diakuisisi Sekutu berasal dari Indonesia dan milik Rakyat Indonesia. Bung Karno menyodorkan fakta-fakta yang memastikan para ahli waris dari nasabah The Javache Bank selaku pemilik harta tersebut masih hidup !!

Nah, salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreement tersebut adalah membagi separoh separoh (50% & 50%) antara RI dan AS-Sekutu dengan ’bonus belakangan’ satelit Palapa dibagi gratis oleh AS kepada RI. Artinya, 50 persen (52.150 ton emas murni) dijadikan kolateral untuk membangun ekonomi AS dan beberapa negara eropa yang baru luluh lantak dihajar Nazi Jerman, sedang 50 persen lagi dijadikan sebagai kolateral yang membolehkan bagi siapapun dan negara manapun untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing) selama 41 tahun dengan biaya sewa per tahun sebesar 2,5 persen yang harus dibayarkan kepada RI melalui Ir.Soekarno. Kenapa hanya 2,5 persen ? Karena Bun Karno ingin menerapkan aturan zakat dalam Islam.
Pembayaran biaya sewa yang 2,5 persen itu harus dibayarkan pada sebuah account khusus a/n The Heritage Foundation (The HEF) dengan instrumentnya adalah lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia (IMF, World Bank, The FED dan The Bank International of Sattlement/BIS). Kalau dihitung sejak 21 November 1965, maka jatuh tempo pembayaran biaya sewa yang harus dibayarkan kepada RI pada 21 November 2006. Berapa besarnya ? 102,5 persen dari nilai pokok yang banyaknya 57.150 ton emas murni + 1.428,75 ton emas murni = 58.578,75 ton emas murni yang harus dibayarkan para pengguna dana kolateral milik bangsa Indonesia ini.

Padahal, terhitung pada 21 November 2010, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation (The HEF) sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5 per tahun ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 45 tahun X 2,5 persen = 112,5 persen atau lebih dari nilai pokok yang 57.150 ton emas itu, yaitu 64.293,75 ton emas murni yang harus dibayarkan pemerintah AS kepada RI. Jika harga 1 troy once emas (31,105 gram emas ) saat ini sekitar 1.500 dolar AS, berapa nilai sewa kolateral emas sebanyak itu ?? Hitung sendiri aja !!

Mengenai keberadaan account The HEF, tidak ada lembaga otoritas keuangan dunia manapun yang dapat mengakses rekening khusus ini, termasuk lembaga pajak. Karena keberadaannya yang sangat rahasia. Makanya, selain negara-negara di Eropa maupun AS yang memanfaatkan rekening The HEF ini, banyak taipan kelas dunia maupun ’penjahat ekonomi’ kelas paus dan hiu yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus ini agar terhindar dari pajak.

Tercatat orang-orang seperti George Soros, Bill Gate, Donald Trump, Adnan Kasogi, Raja Yordania, Putra Mahkota Saudi Arabia, bangsawan Turko dan Maroko adalah termasuk orang-orang yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus tersebut.

George Soros dengan dibantu ole CIA berusaha untuk membobol account khusus tersebut. Bahkan, masih menurut sumber yang bisa dipercaya, pada akhir 2008 lalu, George Soros pernah mensponsori sepasukan kecil yang terdiri dari CIA dan MOSSAD mengadakan investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut.

Selain itu, George Soros dibantu dinas rahasia CIA pernah berusaha membobol account khusus tersebut, namun gagal. Bahkan akhir 2008 lalu, George Soros pernah mensponsori sepasukan kecil agen CIA dan MOSSAD (agen rahasia Israel) mengadakan investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut termasuk untuk mencari tahu siapa yang diberi mandat Ir Soekarno terhadap account khusus itu. Padahal Ir Soekarno atau Bung Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapa pun. artinya pemilik harta rakyat Indonesia itu tunggal, yakni Bung Karno sendiri. Sampai saat ini !!
Penjahat Perbankan Internasional Manfaatkan Saat Ada Bencana Alam Besar

Sialnya, CUSIP Number (nomor register World Bank) atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan bankir papan atas dunia yang merupakan penjahat kerah putih (white collar crime) untuk menerbitkan surat-surat berharga atas nama orang-orang Indonesia. Pokoknya siapa pun dia, asal orang Indonesia berpassport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guaranted, dan lainnya. Nilainya pun fantastis, rata-rata di atas 500 juta dolar AS hingga 100 miliyar dolar AS.

Ketika dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankan akan mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankan akan memberikan bank officer khusus bagi surat berharga berformat Window Time untuk sekedar berbicara sesama bank officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan. Sesuai prosedur perbankan, dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau dibuatkan rooling program atau private placement yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan High Yield antara 100 persen s/d 600 persen per tahun.

Nah, uang sebesar itu hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan. Makanya, ketika terjadi musibah Tsunami di Aceh dan gempa di DIY, maka dokumen jenis ini beterbangan sejagat raya bank. Brengseknya, setiap orang Indonesia yang namanya tercantum dalam dokumen itu, masih saja hidup miskin blangsak sampai sekarang. Karena memang hanya permainan bandit bankir kelas hiu yang mampu mengakali cara untuk mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu.

Di sisi lain, mereka para bankir curang juga berhasil membentuk opini, dimana sebutan ’orang stress’, sarap atau yang agak halus ’terobsesi’ kerap dilontarkan apabila ada seseorang yang mengaku punya harta banyak, miliyaran dollar AS yang berasal dari Dana Revolusi atau Harta Amanah Bangsa Indonesia. Opini yang terbentuk ini bagi pisau bermata dua, satu sisi menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account khusus tersebut tidak terotak-atik, namun sisi lainnya para bankir bandit dapat memanfaatkannya demi keuntungan pribadi dan komplotannya ketika ada bencana alam besar di dunia, seperti bencana Tsunami di Jepang baru-baru ini. Tapi yang paling berbahaya, tidak ada pembelaan rakyat, negara dan pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar ada dan mesti diperjuangkan bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

Kaitannya dengan Satria Piningit, Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, Ratu Adil

Penulis punya pengertian, ketika Satrio Piningit sudah melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin maka beliau menjadi Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu (SPSW) karena kecintaannya yang teramat sangat kepada TUHAN ALLAH. Takut akan TUHAN dengan mencintai-NYA dengan segenap hatinya menjadi awal setiap langkah beliau dalam melaksanakan tugas membawa rakyat Nusantara maupun umat manusia menuju kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki. Ketika semua umat manusia pada umumnya dan rakyat Nusantara pada khususnya sudah mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki itu, maka beliau mendapat sebutan sang Ratu Adil.

Kami juga berkeyakinan, sang SPSW yang mampu mendapatkan kembali harta abadi rakyat Nusantara, bagaimana pun prosesnya. Karena kepemimpinannya memang mendapat bimbingan langsung TUHAN Pemilik Semesta Alam. Semua harta itu akan diserahkan kepada negara yang dipimpinnya untuk dikelola demi kesejahteraan dan kemakmuran segenap pemilik sejatinya, yakni bangsa Nusantara ini !! 
Sumber : http://forum.viva.co.id/sejarah/868964-misteri-rahasia-emas-batangan-soekarno.html

read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...